Co-Payment Asuransi Kesehatan: Regulasi Baru yang Wajib Diketahui Peserta Mulai 2026

Co-Payment Asuransi Kesehatan: Regulasi Baru yang Wajib Diketahui Peserta Mulai 2026 –Β Industri asuransi kesehatan di Indonesia tengah bersiap menghadapi perubahan besar. Mulai 1 Januari 2026, peserta asuransi kesehatan komersial diwajibkan menanggung sebagian biaya klaim sebesar 10%, sesuai dengan ketentuan Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025. Skema ini dikenal sebagai co-payment, dan menjadi bagian dari strategi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperkuat tata kelola, efisiensi, dan keberlanjutan ekosistem asuransi kesehatan nasional.

Latar Belakang Regulasi: Menekan Inflasi Medis dan Mendorong Efisiensi

Lonjakan inflasi medis yang mencapai 13,6% pada 2025 menjadi gates of olympus slot salah satu pemicu utama lahirnya kebijakan co-payment. Biaya layanan kesehatan yang meningkat pesat telah mendorong premi asuransi naik lebih dari 40% dalam setahun terakhir. Tanpa intervensi, industri asuransi kesehatan berisiko mengalami tekanan finansial yang serius.

OJK merancang aturan ini untuk:

  • πŸ’° Menekan biaya premi agar tetap terjangkau
  • 🧠 Mendorong peserta lebih bijak dalam menggunakan layanan medis
  • πŸ“Š Menjaga keseimbangan sistem klaim dan keberlanjutan perusahaan asuransi

Skema Co-Payment: Rincian dan Batas Maksimum

Dalam aturan baru ini, peserta asuransi wajib menanggung minimal 10% dari total klaim yang diajukan, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap. Namun, terdapat batas maksimum yang ditetapkan:

Jenis Layanan Persentase Tanggungan Batas Maksimum Pembayaran
Rawat Jalan β‰₯10% Rp300.000 per klaim
Rawat Inap β‰₯10% Rp3.000.000 per klaim

Perusahaan asuransi dapat menetapkan nilai lebih tinggi jika disepakati dalam polis, dan harus dinyatakan secara eksplisit dalam dokumen perjanjian.

Produk yang Terdampak dan Pengecualian

Kebijakan ini hanya berlaku untuk:

  • πŸ₯ Asuransi kesehatan komersial, baik konvensional maupun syariah
  • πŸ“‹ Produk dengan skema indemnity dan managed care tingkat lanjutan

Sementara itu, terdapat pengecualian untuk:

  • πŸ§• Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan
  • πŸ§’ Produk Asuransi Mikro untuk masyarakat berpenghasilan rendah

Masa Transisi dan Implementasi Bertahap

OJK menetapkan masa transisi sebagai berikut:

  • πŸ“… 1 Januari 2026: Berlaku untuk polis baru
  • πŸ“… Hingga 31 Desember 2026: Polis lama tetap berlaku sesuai perjanjian awal
  • πŸ› οΈ Perusahaan asuransi diberi waktu untuk melakukan bonus new member 100 penyesuaian sistem dan sosialisasi

Koordinasi Manfaat dan Integrasi dengan BPJS

Aturan ini juga mendorong coordination of benefit (CoB) antara asuransi komersial dan layanan BPJS Kesehatan. Jika peserta menggunakan fasilitas BPJS, maka nilai co-payment tetap dihitung dari total klaim yang menjadi kewajiban perusahaan asuransi komersial.

Tujuan Strategis dan Dampak Positif

OJK menegaskan bahwa kebijakan ini bukan untuk membebani peserta, melainkan untuk:

  • πŸ”„ Mendorong efisiensi layanan kesehatan
  • 🧾 Mengurangi praktik over-klaim dan penyalahgunaan fasilitas medis
  • πŸ“‰ Menurunkan tekanan premi dan menjaga daya beli masyarakat
  • πŸ₯ Meningkatkan kualitas layanan dan transparansi industri asuransi

Respons DPR dan Penundaan Implementasi

Setelah mendapat sorotan publik, Komisi XI DPR RI meminta OJK untuk menunda pelaksanaan aturan ini hingga Peraturan OJK (POJK) yang lebih kuat disusun spaceman. Penundaan ini bertujuan untuk:

  • πŸ—£οΈ Menyerap aspirasi masyarakat dan pelaku industri
  • πŸ“š Melakukan kajian lebih mendalam terhadap dampak sosial dan ekonomi
  • 🧩 Menyusun regulasi yang lebih komprehensif dan adil

OJK menyatakan kesiapannya untuk berkoordinasi aktif dengan DPR dan seluruh pemangku kepentingan dalam proses penyusunan POJK.